Penemuan Kapal Nabi Nuh As. Dipuncak Gunung Ararat – Turki
Perahu yang ditemukan di puncak gunung Ararat, Turki dengan ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 meter) telah di buat strukturnya oleh para yang menemukannya.
SEDEKAH BUMI ( JEMBUL )
Ada suatu tradisi di masyarakat sekitar wilayah kecamatan Keling Kabupaten Jepara, sebagai ungkapan rasa syukur dengan mengadakan sedekah bumi pada setiap tahun sekali. Adapun yang terkenal salah satunya adalah di desa Tulakan yang lebih dikenal dengan nama JEMBUL TULAKAN. Upacara Jembul Desa Tulakan ini diadakan berdasarkan pada kepercayaan masyarakat desa Tulakan terhadap sumpah Ratu Kalinyamat yang antara lain berbunya : Ora pisan-pisan ingsun jengkar soko topo ingsun yen ingsun durung bisa nganggo keset jembule Aryo Penangsang.
Jembul merupakan usungan yang dibuat dari bambu disisir (diirat), ada dua macam jembul yaitu Jembul lanang (laki-laki) dan Jembul Perempuan (wadon). Jembul laki-laki ini merupakan usungan yang dibuat dari bambu yang disisir kecil-kecil sehingga bambu tersebut merupakan kepala rambut, didalamnya berisi juadah (Gemblong, jenang, dan lain-lainya), sedangkan jembul wanita (Wadon) tersebut terbuat dari bambu pula dan menyerupai usungan, namun jembul ini tidak berhiaskan, didalamnya berisi ambengan dengan lauk pauknya.Upacara resikan atau upacara pembersihan tempat jalanya upacara jembul Desa tulakan, yamg dilakukan warga masyarakat Desa Tulakan secara beramai-ramai inisebagai lambang dalam rangka mengusir segala macam bentuk kejahatan lainya, seperti mala petaka serta penyakit agar jangan sampai menimpa masyarakat Desa Tulakan. Oleh sebab itu upacara resikan ini dilaksanakan secara beramai-ramai oleh warga desa tulakan pada hari senin pahing bulan safar.
Heri Ruslan
http://mamunirsyad blogsoprt.com
Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang ulama dan intelektual Muslim terpenting dalam sejarah peradaban Islam. Umat Islam di Indonesia biasa menyebutnya Imam Hambali. Sosok ahli fikih pendiri Mazhab Hambali itu begitu populer dan legendaris. Namun, ulama yang hafal satu juta hadis dan selalu tampil bersahaja itu tak pernah ingin apalagi merasa dirinya terkenal.
“Saya ingin bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas,” tutur sang Imam. Ia juga dikenal sebagai ulama yang berotak brilian. Kecerdasannya diakui para ulama besar di zamannya. Penulis sederet kitab penting bagi umat Islam itu juga dikenal sebagai seorang ulama yang berilmu tinggi, saleh, dan berakhlak mulia.
Kemuliaan yang ada dalam diri Imam Ahmad bin Hanbal telah membuat guru-gurunya kagum dan bangga. “Setelah saya keluar dari Baghdad, tak ada orang yang saya tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih saleh, dan yang lebih berilmu daripada Ahmad bin Hanbal,” ujar Imam Syafi’i, sang guru. Imam Syafi’i menjuluki muridnya itu sebagai imam dalam delapan bidang.
“Ahmad bin Hanbal adalah Imam dalam hadis, Imam dalam fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Alquran, Imam dalam kefakiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’, dan Imam dalam sunah,” tutur Imam Syafi’i. Sebuah pengakuan yang tulus dari seorang guru kepada murid yang dibanggakannya.
Kekaguman serupa juga diungkapkan gurunya yang lain, Abdur Rozzaq Bin Hammam. “Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara’ Ahmad bin Hanbal,” ungkap Abdur Rozzaq. Ibrahim Al-Harbi pun berdecak kagum dengan sosok Ahmad bin Hanbal. “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu,” ungkapnya.
Ulama penting yang rendah hati itu bernama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Abu `Abdullah al-Shaybani. Ia terlahir di Merv, Asia Tengah (sekarang Turkmenistan), pada 20 Rabiul Awal tahun 164 H. Ada pula yang menyebut sang Imam lahir di Baghdad, Irak. Saat berada dalam kandungan sang bunda, Imam Ahmad bin Hanbal diajak ibunya hijrah ke metropolis intelektual dunia ketika itu, yakni Baghdad.
Sejak masih bayi, Imam Ahmad bin Hanbal sudah menjadi anak yatim. Ia dibesarkan oleh sang ibu seorang diri. Ia merupakan keturunan dari suku Shayban. Sejak belia, Imam Ahmad bin Hanbal berbeda dengan anak seusianya. Ia dikenal sebagai anak yang alim, bersih, dan senang menyendiri. Kecintaan dan rasa takut untuk berbuat dosa kepada Allah SWT telah terpatri dalam hati nurani Ahmad bin Hanbal sejak dini.
Syahdan, sang paman, suatu hari memintanya menjadi seorang informan untuk khalifah. Ia diminta untuk menyerahkan dokumen berisi informasi sejumlah orang untuk diserahkan ke kantor khalifah. Meski masih anak-anak, Ahmad bin Hanbal tahu apa yang dilakukannya adalah hal yang bertentangan dengan nurani. Suatu hari sang paman menanyakan dokumen itu.
“Aku tak akan menyerahkan dokumen itu dan aku telah membuangnya ke laut,” tutur Ahmad bin Hanbal. Sang paman pun dibuat takjub dengan sikap dan keberanian keponakannya itu. “Anak kecil ini ternyata sangat takut kepada Allah. Lalu, bagaimana dengan kita?” ucap sang paman dengan perasaan malu, karena anak kecil ternyata lebih takut kepada Sang Khalik, dibanding dirinya.
Fikih adalah ilmu agama pertama yang dipelajarinya secara khusus. Ia berguru pada Abu Yusuf–murid terkemuka sekaligus sahabat Abu Hanifah. Setelah mempelajari fikih, Ahmad bin Hanbal lalu menimba ilmu hadis. Ia melanglang buana dari satu negeri Islam ke negeri lainnya demi mendapatkan ilmu yang dicarinya. Petualangan menimba ilmu itu dilakukannya saat dia berusia 16 tahun.
Sebagai seorang murid yang cerdas dan baik, Ahmad bin Hanbal disayangi oleh semua gurunya. Ia pun selalu menaruh hormat kepada semua gurunya tanpa membeda-bedakan. Gurunya terbilang sangat banyak. Ibnu Al-Jawzi menuturkan, Imam Ahmad bin Hanbal memiliki 414 guru hadis.
Beberapa gurunya yang terkenal, di antaranya Ismail bin Ja’far, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin `Uyainah, Abdurrazaq, serta Ibrahim bin Ma’qil.
Salah seorang guru yang paling dicintainya adalah Imam Syafi’i. Ia begitu bangga kepada kemampuan sang guru yang luar biasa dalam ilmu fikih. Setelah mencurahkan waktunya selama 40 tahun untuk menimba ilmu agama, Imam Ahmad bin Hanbal pun menjadi ulama yang berpengaruh. Ia menduduki jabatan penting dalam masyarakat Islam saat itu, yakni sebagai Mufti.
Kehebatan Imam Ahmad bin Hanbal dalam ilmu hadis sudah tak perlu diragukan. Ia adalah seorang ulama yang sangat ahli dalam ilmu yang satu ini. Kitab Al-Musnad Al-Kabir–ensiklopedia hadis–yang sangat monumental, ini memuat tak kurang dari 27 ribu hadis. Ini merupakan karya masterpiece sang Imam dan penelitian hadis yang dinilai terbaik.
Dalam bidang fikih, Imam Ahmad bin Hanbal dikenal sebagai pendiri Mazhab Hambali. Ia sungguh beruntung karena bisa belajar dari ahli fikih termasyhur yang juga dikenal sebagai pendiri tiga mazhab lainnya, seperti Abu Hanifah (Imam Hanafi), Imam Syafi’i, dan Imam Maliki. Imam Hambali telah melakukan improvisasi dan pengembangan dari mazhab-mazhab sebelumnya.
Sang Imam pun sangat ahli dalam urusan bahasa dan sastra. Ia sangat berjasa dalam pengembangan bahasa Arab. Ia tercatat sebagai ulama yang menekankan pentingnya penggunaan tata bahasa Arab secara tepat dan pelafalan kata-kata secara benar. Selain ahli dalam tata bahasa, Imam Ahmad bin Hanbal juga dikenal pandai merangkai kata menjadi syair dan puisi.
Pengetahuannya tentang ilmu Alquran juga sungguh luar biasa. Sebagai Imam dalam ilmu Alquran, Ahmad bin Hanbal sangat menguasai Tafsir Alquran. Ia pun ahli dalam ilmu Al-Nasikh wal Mansukh. Ia pun megembangkan gaya qiraat yang lain dari yang lain. Ia tak suka dengan gaya qiraat yang terlalu berlebihan memanjang-manjangkan bacaan hamzah. Ia juga dikenal sebagai Imam Ahlu Sunnah.
Keyakinannya kepada Allah SWT dan pemahamannya mengenai agama Islam sempat berlawanan dengan penguasa Abbasiyah saat itu, Khalifah Al-Ma’mun. Khalifah yang saat itu mulai gandrung pada filsafat pada tahun 212 H, mulai memaksakan pandangannya tentang Alquran. Menurut Al-Ma’mun, Alquran adalah makhluk.
Para ulama dipaksa untuk sepaham dengan pendapatnya. Imam Ahmad bin Hanbal pun dites oleh khalifah. Bersama sahabatnya, Muhammad ibnu Nuh, sang imam menolak untuk sepaham dengan penguasa. Menurutnya, Alquran adalah kalamullah bukanlah makhluk. Ia pun dipenjara akibat keteguhan keyakinannya.
Situasi berubah ketika Khalifah Al-Mutawakkil menghentikan perdebatan mengenai Alquran. Status sang Imam pun dipulihkan. Imam Ahmad bin Hanbal dikaruniai delapan anak. Ia sempat lima kali menunaikan ibadah haji ke Makkah, dua kali di antaranya ditempuh dengan berjalan kaki.
Setelah sembilan hari sakit, pada Jumat tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 241 H, di usianya yang ke-77, sang Imam tutup usia di Kota Baghdad, Irak. Jasa dan kontribusi sang Imam dalam mengembangkan ilmu agama hingga saat ini tetap dikenang sepanjang zaman. Ia adalah Imam yang layak ditiru dan diteladani setiap Muslim.
Warisan Sang Imam untuk Umat
Imam Ahmad bin Hanbal telah meninggalkan sederet warisan berupa kitab-kitab ilmu agama yang ditulis sepanjang hidupnya. Berikut ini adalah karya sang Imam:
* Kitab Al Musnad Al-Kabir: memuat lebih dari 27 ribu hadis.
* Kitab at-Tafsir. Menurut Adz-Dzahabi, kitab ini telah hilang.
* Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
* Kitab at-Tarikh
* Kitab Hadis Syu’bah
* Kitab al-Muqaddam wa al-Mu’akkhar fi Alquran
* Kitab Jawabah Alquran
* Kitab al-Manasik al-Kabir
* Kitab al-Manasik as-Saghir
* Kitab al-’Ilal
* Kitab al-Manasik
* Kitab az-Zuhd
* Kitab al-Iman
* Kitab al-Masa’il
* Kitab al-Asyribah
* Kitab al-Fadha’il
* Kitab Tha’ah ar-Rasul
* Kitab al-Fara’idh
* Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah
Ulama Terkemuka Pengikut Mazhab Hambali
* Al-Khallal (wafat 311 H) adalah seorang pelajar dari sahabat dekat dan murid Imam Hambali. Ia berjasa telah mengumpulkan tanggapan Imam Ahmad bin Hanbal dari murid-muridnya yang tersebar di seluruh dunia Islam.
* Al-Khiraqi (wafat 334 H). Ia adalah ulama yang meringkas Jami’ al-Khallal ke dalam sebuah buku pegangan fikih, induk dari seluruh buku pegangan fikih dalam Mazhab Hambali.
* Ghulam al-Khallal (wafat 363 H). Ia adalah murid Al-Khallal dan penulis sejuhmlah kitab dalam berbagai disiplin ilmu.
* Ibnu Hamid (wafat 403 H). Ulama yang satu ini tercatat sebagai penganut Mazhab Hambali terkemuka di zamannya.
* Al-Qadhi Abu Ya’la (wafat 458 H). Sejatinya dia adalah ulama yang terlahir dari keluarga yang menganut Mazhab Hanafi. Setelah belajar dari Ibnu Hamid, ia akhirnya menjadi ulama yang mengembangkan Mazhab Hambali.
* Abu al-Khattab (wafat 510 H). Ia adalah murid dari Al-Qadhi Abu Ya’la. Abu Al-Khattab tercatat sebagai penulis sederet kitab yang juga sangat penting dalam pengembangan Mazhab Hambali. Salah seorang muridnya adalah `Abd al-Qadir al-Jailani.
* Abu Isma’il al-Harawi (wafat 481 H). Ia adalah ulama dan ahli hukum yang beraliran Mazhab Hambali. Ia dikenal sebagai salah seorang Sufi terkemuka dalah sejarah. Kitabnya yang paling terkenal adalah Manazil al-Sa’irin, sebuah buku pegangan dalam Tasawuf.
* Abdul-Qadir al-Jailani (wafat 561 H). Ia adalah ulama bermazhab Hambali. Seorang pemuka agama yang hebat dan sufi yang berpengaruh. Ia pendiri Tarekat Qadiriyah.
* Ibnu al-Jawzi (wafat 597 H). Dikenal sebagai ahli hukum, ahli tafsir yang turut mengembangkan Mazhab Hambali.
* Ibnu Qudama al-Maqdisi (wafat 620 H). salah seorang ulama terkemuka yang mengembangkan Mazhab Hambali. Ia termasyhur lewat buku hukumnya yang berjudul Al-Mughni.
* Majd al-Din Ibn Taymiyah (wafat 653 H). Pakar bahasa, ahli hukum, dan tafsir dari Harran ini juga dikenal sebagai ulama yang mengembangkan Mazhab Hambali.
Taqi al-Din Ibn Taymiyah (wafat 728 H). Inilah tokoh legendaris dalam sejarah Islam.
Filed under: Canting
©2008-2009. Sastra-Indonesia.com. By PUstakapuJAngga.com. All rights Reserved
Imam Al Ghozali & Abdul Qodir Al Jaelani
Abu Hamid Al Ghozali
Dilahirkan di Thusi pada tahun 450 H. Beliau adalah seorang alim yang banyak menghabiskan masa hidupnya untuk menuntut ilmu dan mendakwahkan islam, tetapi sangat disayangkan dalam perjalanannya dalam menuntut ilmu beliau banyak terpengaruh ilmu-ilmu filsafat dan ilmu-ilmu kalam. Beliau pernah bercerita tentang dirinya bahwa “bekal pengetahuan saya tentang hadits sangat sedikit”. Ibnu Taimiyah dalam hal ini berkomentar Abu Hamid (Al Ghozali) kurang begitu pengalaman dengan atsar-atsar Rasulullah dan orang-orang salaf (para sahabat) sebagaimana orang-orang yang menguasai dalam masalah tersebut, yaitu orang-orang yang dapat membedakan sohih dan dhoifnya sebuah hadits. Oleh karena itu beliau banyak menyebutkan dalam kitab-kitabnya hadits-hadits yang lemah bahkan hadits yang dusta. Seandainya beliau mengetahui tentang ilmu hadits niscaya beliau tidak akan menyebutkannya.
Salah satu dari karya terbesar Al Ghozali adalah kitab Ihya Ulumiddin yang terkenal di kalangan masyarakat umum dan golongan teterntu. Ada sebagian kelompok mengambilnya kemudian mencela isinya secara mutlak dan sebagian yang lain mengambilnya kemudian memuji secara berlebihan. Kedua kelompok ini kurang adil dalam memberikan penilaian. Adapun sikap yang harus diambil adalah sikap Inshof (pertengahan) adalah menyebutkan kebaikan-kebaikannya disertai dengan menyebutkan kesalahannya.
Syaikhul Islam berkomentar tentang kitab Al Ihya’ ini :
“adapun apa yang terdapat dalam kitab Al Ihya’ ada beberapa isinya yang menyesatkan seperti pada masalah-masalah sombong, ujub, riya’ dan dengki kebanyakan isi dari kitab Ihya’ tersebut menukil dari Harits Al Muhasibi dalam kitab Al Ri’ayah. Dari ucapan-ucapan ini ada yang bisa diterima atau sebaliknya ditolak serta ada juga yang di dalamnya pertentangan-pertentangan”
Di kitab Al Ihya’ sendiri ada faedah-faedah yang banyak tetapi tidak sedikit materi-materi yang tercela dan merusak berupa ucapan-ucapan filsafat yang berkenaan dengan tauhid, kenabian, bahkan urusan akhirat. Telah dinukilkan dari biografi beliau bahwa di akhir hayatnya beliau mendalami hadits dan belajar bersama orang yang menguasai ilmu hadits serta mendalami kitab sohih Bukhori Muslim. Seandainya beliau masih hidup tentunya sejak saat itu lebih mengutamkan ilmu hadits. Berkata Shidiq Hasan K. “dikisahkan oleh Ali Al Qori bahwa ketika Al Ghozali meninggal kitab bukhori sedang berada di atas dadanya”.
Demikian biografi singkat Imam Al Ghozali yang banyak membawa pemahaman filsafat walaupun di akhir hayatnya kembali ke pahaman sahabat (salaf), tetapi sayang buku filsafatnya sudah terlanjur tersebar di seluruh dunia dan tidak ada yang mampu mencegahnya.
Abdul Qadir Al-Jailani
Beliau adalah seorang ulama besar sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau berada di atas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka hal ini merupakan suatu kekeliruan. Karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul yang derajatnya tidak akan pernah bisa dilampaui di sisi Allah oleh manusia siapapun.
Ada juga sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do’a mereka. Berkeyakinan bahwa do’a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaraannya. Ini juga merupakan kesesatan.
Menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara tidak ada syari’atnya dan ini sangat diharamkan. Apalagi kalau ada yang berdo’a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do’a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Allah melarang makhluknya berdo’a kepada selainNya. Allah berfirman, yang artinya:
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al Jin:18)
Kelahirannya
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang ‘alim di Baghdad yang lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga Kailan. Sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy.
Pendidikannya
Pada usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra’ dan juga Abu Sa’ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.
Pemahamannya
Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau. Beliau adalah seorang alim yang beraqidah ahlus sunnah mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak pula orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, “thariqah” yang berbeda dengan jalan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan lainnya.
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, “Dia (Allah) di arah atas, berada di atas ‘ArsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. “Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits, lalu berkata, “Sepantasnya menetapkan sifat istiwa’ (Allah berada di atas ‘ArsyNya) tanpa takwil (menyimpangkan kepada makna lain). Dan hal itu merupakan istiwa’ dzat Allah di atas ‘Arsy.
Dakwahnya
Suatu ketika Abu Sa’ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memeberikan nasehat kepada orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah tersebut.
Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasihat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah ini tidak kuat menampungnya. Maka diadakan perluasan.
Imam Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A’lamin Nubala, menukilkan perkataan Syaikh sebagai berikut, “Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat.”
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Ibnu Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.
Wafatnya
Beliau Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.
Leave a Reply